Alhamdulillah beberapa waktu yang lalu saya sempat menginjakkan kaki di Kota Bangkulu, Provinsi Bengkulu. Kota Bengkulu dapat ditempuh dalam 2 jam perjalanan naik pesawat dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta ke Bandara Fatmawati Soekarno, Bengkulu.
Waktu di Bengkulu saya sempat pergi ke Banteng Marlborough. Benteng ini peninggalan Inggris yang didirikan tahun 1713 - 1719. Ini salah satu benteng ketika Inggris kali pertama datang di indonesia. Benteng ini dibuat terlihat di permukaan tanah, padahal sekali lagi ini kali pertama Inggris datang di Indonesia. Hal ini membuktikan Inggris sudah “berani” memunculkan dirinya. Tentu berbeda dengan Jepang, Jepang membangun benteng dengan cara membuat lubang masuk ke dalam perut bumi sehingga tidak terlihat di permukaan. Coba kira-kira kenapa kok bisa seperti ini? Ya. Hal ini menunjukkan kadar kemajuan kedua negara pada saat itu, baik kemajuan terkait teknik bangunan ataupun teknik perang. Inggris telah mampu membuat bangunan dengan kuat dan memiliki struktur yang kuat. Sementara Jepang masih belum memiliki kemampuan itu. Selain itu, bisa jadi juga karena kekuatan tentara Inggris sudah hebat sehingga sudah berani duel ketika tempat persembunyiannya diketahui. Sementara kekuatan tentara Jepang masih belum siap untuk bertempur langsung.
Dipilih bengkulu sebagai pintu masuk ke nusantara karena pada masa itu bentangan pantai di Bengkulu masih berupa hutan dan karang-karang terjal, sehingga sepi dan tentunya luput dari jangkauan kerajaan Sriwijaya dan Padang. Namun ada hal yang lepas dari perhitungan Inggris, yaitu wabah malaria. Bak gajah mati karena semut, pasukan Inggris yang kuat dan perkasa kalah bukan karena pertempuran tapi karena adanya wabah malaria. Banyak pasukan Inggris yang mati. Demikian kata dari guide-nya. Benteng Marlborough terletak tepat di pinggir Pantai Panjang yang terkenal eksotik. Waktu saya kesana benteng sangat terawat dan terlihat bersih. Bicara terkait Pantai Panjang, pantai ini memang memanjang sekitar 7 km. Pohon cemara yang rindang menghiasi sepanjang pantai. Namun sayang sebagian besar pantai ini tidak bisa dipakai untuk berenang karena dasarnya berupa karang.
Masih terkait sejarah, pada tahun 1930-an, Bengkulu menjadi tempat pembuangan sejumlah aktivis pendukung kemerdekaan. Pada zaman koloni Belanda (1939-1942), Soekarno pernah diasingkan di Bengkulu. Selama dalam pengasingan Soekarno tinggal di rumah yang beralamat di Anggut Atas, sekarang dikenal dengan Jalan Soekarno-Hatta. Beberapa peralatan, sepeda, perpustakaan buku-buku dan yang lainnya yang pernah dimiliki oleh Soekarno disimpan di dalam rumah ini. Rumah ini sekarang masih ada dan menjadi museum. Selama tinggal di Bengkulu, Soekarno mendesain masjid, yang sekarang dikenal dengan Masjid Jamik. Di sinilah Sukarno berkenalan dengan Fatmawati yang kelak menjadi istrinya. Wah ada aja ya jalan cinta itu, hehe.
Demikian perjalanan singkat di Bengkulu. Sebelum pulang jangan lupa membeli oleh-oleh batik khas Bengkulu. Saya juga sudah punya, ups. Memang tak ada alasan untuk kita tak bersyukur hidup di Indonesia, keindahan dan kekayaan alam berlimpah sejauh mata memandang. Mari kita jaga dan lestarikan. Semoga kekayaan alam Indonesia juga bisa mengkayakan moralitas dan spiritual bangsa Indonesia. Amin.
No comments:
Post a Comment